Sebuah opini penggunaan bahasa di Indonesia
Indonesia memiliki berbagai jenis kebudayaan dan bahasa. Dari banyaknya bahasa dan budaya secara formal ditetapkan dan disepakati satu bahasa, Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Untuk mempererat jalinan komunikasi antar warga Indonesia juga sebagai penciri khusus seorang warga negara Indonesia. Bahasa juga digunakan sebagai media untuk menyampaikan suatu maksud dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Namun pada kenyataannya tidak semua penduduk mampu mempraktekkan bahasa indonesia dengan baik.
Sebagian besar penduduk indonesia (termasuk penulis) belum mengerti penggunaan bahasa indonesia dengan baik dan benar. Bahasa yang dipakai sangat banyak terpengaruh oleh bahasa daerah masing-masing. Padahal struktur bahasa Indonesia telah disempurnakan dan dibuat tidak abigu atau bermakna ganda.
Demikian pula dari kalangan pelajar. Banyak penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah semestinya. Sebagai hasil produk pendidikan seharusnya hasil didikannya mampu menerapkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar karena telah dinyatakan lulus sekolah (apapun).
Disisi lain, warga Indonesia mayoritas bisa dibilang ahli bahasa. Sebagai warga Indonesia pelajar dituntut untuk menguasai minimal dua bahasa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam buku-buku teks referensi pelajaran. Bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kebudayaan masing-masing daerah, wajib bagi pemuda kita menguasai bahasa daerah. Untuk mahasiswa hukum, mereka harus menambah kemampuan bahasa Belanda untuk memahami berbagai istilah hukum. Bahkan untuk mahasiswa teknik ada beberapa yang harus memahami bahasa Jerman. Dalam dunia pendidikan mungkin bisa lebih luas lagi seperti bahasa Arab, bahasa jepang dan lainnya.
Lalu bagaimanakah pemuda Indonesia menanggapinya?
Menyerah begitu saja dengan mengabaikan bahasa lain? Tentu tidak. Semakin tidak mengenal bahasa sendiri semakin jauh ciri kepribadian pemuda. Semakin ditinggal kebudayaan, semakin hilang kekayaan intelektual kita dan semakin dalam terjerumus budaya baru yang menjajah pikiran kita.
Meskipun dirajai oleh budaya “modern” tidak perlu mereka melarikan kepribadian mereka pada Imagologi. Keinginan untuk meniru kulit luar peradaban asing tanpa mengindahkan maksud dan manfaatnya. Mengapa perlu menatap budaya lain sedangkan didalam negeri sendiri sebenarnya memiliki budaya yang lebih baik. Dari sabang sampai merauke terbentang luas pulau, adat dan keanekaragaman tiada ternilai. Bahkan Bali sebuah pulau kecil mampu memberikan devisa yang besar karena budayanya yang unik dan dikembangkan dengan baik. Kenyataan ini memperlihatkan betapa negara ini memiliki begitu besar potensi berkembangnya daripada negara lain di Asia Tenggara bahkan di Asia. Kita seharusnya bangga.
Keanekaragaman justru bisa membuka lahan pekerjaan baru. Bagi penduduk yang mengembangkan budayanya dengan profesional, kemungkinan besar mereka memiliki keterbatasan untuk mempelajari bahasa asing. Dengan demikian akan terbuka lapangan pekerjaan penterjemah bahasa daerah dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing.
Bahasa Indonesia sifatnya adaptif dan telah teruji selama berpuluh-puluh tahun. Bangsa Cina, Jepang, Arab, Rusia dan sebagainya telah membuktikan bahwa penggunaan bahasa secara luas akan membangkitkan kepercayaan diri dan nasionalisme bangsa. Bahkan mungkin bisa menarik bangsa lain untuk mempelajari budaya kita, seperti kita mempelajari budaya jepang.
Kita perlu meningkatkan keindahan budaya bangsa sekaligus memeliharanya.
Perlu kita ubah cara pandang kita terhadap penggunaan bahasa.
-
-
0
komentar
Posting Komentar